Kamis, 24 November 2016

PENUMPASAN G3OS/PKI DI SOLO

PENUMPASAN G3OS/PKI DI SOLO
Ketika sampai di Salatiga, Brigjen Surjosumpeno menghadapi kenyataan bahwa kota tersebut telah dikuasai oleh G3OS/PKI. Atas saran Letkol Soeprapto (yang tidak jadi berangkat ke Solo, karena sudah ada informasi bahwa kota Solo juga telah dikuasai oleh G3OS / PKI), Brigjen Surjosumpeno berangkat ke Magelang untuk menyusun kekuatan. Pasukan di Garnisun Magelang tidak terpengaruh oleh G3OS/PKI. Oleh karena itu, Panglima Daerah VII/ Diponegoro segera mengadakan taklimat dengan komandan setempat dan memutuskan untuk menggerakkan pasukan dalam upaya menumpas G3OS/PKI itu. Pasukan yang digunakan di antaranya adalah:

a. Batalyon Kavaleri 2 yang berkedudukan di Magelang.
b. Batalyon Artileri Medan 3 yang berkedudukan di Magelang.
c. Batalyon Artileri Medan 9 yang berkedudukan di Magelang.
d. Batalyon 4 yang berkedudukan di Medan
e. Batalyon Zeni Tempur 2/Para yang berkedudukan di Magelang.
f. Sebagian anggota Batalyon 4 yang berkedudukan di Gombong.
g. Sebagian Batalyon 3/Para yang berkedudukan di Semarang.

Gerakan operasi penumpasan dimulai pada tanggal 2 Oktober 1965. Pasukan mulai bergerak pada pukul 05.00 W1B untuk membebaskan kota Semarang dengan kekuatan 2 pleton BTR (Bronero Transportasi), yaitu kendaraan yang mengangkut personel kavaleri pimpinan Letnan Kolonel Jassin Husein dan satu’Batalyon Artileri Medan dengan tugas infantri.Setelah ada siaran RRI Jakarta, bahwa Jakarta telah berhasil dikuasai kembali oleh ABRI, sedangkan pasukan yang digunakan oleh G3OS/PKI mulai tidak kompak. Kota Semarang berhasil dikuasai kembali oleh pasukan ABRI tanpa letupan senjata. Kolonel Sahirman, dkk melarikan diri ke luar kota dikawal oleh dua kompi anggota Batalyon K pimpinan Mayor Kadri. Dua kompi anggota Batalyon K lamnya dan dua kompi anggota Batalyon D dapat disadarkan kembali dan keterlibatannya dengan G3OS/PKI. Pukul 10.00 WIB han itu juga (tanggal 2 Oktober 1965) Pangdam Vil/Diponegoro melalui RRI mengumumkan bahwa Pangdam telah kembali memegang pimpinan Kodam VII / Diponegoro.

Kota demi kota yang pernah dikuasai oleh pihak G30S/PKI itu berhasil direbut kembali, sehingga pada tanggal 5 Oktober 1965 garis Komando Kodam VII/Diponegoro telah dipulihkan kembali. Untuk memantapkan konsolidasi Kodam VII / Diponegoro, pada tanggal 5 Oktober 1965 Pangdam mengadakan taklimat secara simultan dengan komandan-komandan pleto di kota Salatiga, Solo dan Yogyakarta. Dengan demikian, secara fisik militer, pemulihan keamanan dalam jajaran Kodam VII/Diponegoro telah selesai. Namun kemudian timbul gerakan pengacau, sabotase dan pembunuhan yang dilakukan oleh massa PKI terhadap golongan yang menentang G3OS/PKI. Daerah Jawa Tengah merupakan daerah garis PKI yang kuat. Oleh karena itulah, Ketua CC PKI, D.N. Aidit memilih Jawa Tengah sebagai tempat pelariannya.

Untuk mengatasi kekacauan dan menegakkan ketertiban umum, Pangdam VII / Diponegoro berangkat dan Jakarta tanggal 16 Oktober 1965, dan dengan bantuan RPKAD serta pasukan kaveleri mereka tiba di Semarang tanggal 19 Oktober 1965. Daerah Jawa Tengah yang dianggap paling gawat dan merupakan basis G3OS/PKI adalah daerah Surakarta, Klaten, dan Boyolali.

Untuk mengintensifkan gerakan pembersihan terhadap sisa-sisa G3OS/PKI di Jawa Tengah, pada tanggal 1 Oktober 1965 dibentuk Komando Operasi Merapi. Operasi Merapi ini langsung dipimpin oleh Komandan RPKAD Kolonel Sarwo Edhi Wibowo. Dalam operasi itu pimpinan G3OS/PKI Jawa Tengah seperti Kolonel Sahirman, Kolonel Maryono dan Kapten Sukarno
berhasil ditembak mati. Dengan keberhasilan itu, pada tanggal 30 Desember 1965 pasukan RPKAD ditarik kembali dan Jawa Tengah ke pangkalannya di Jakarta. Kemudian pemulihan keamanan dan ketertiban dilanjutkan dalam rangka peperda pembersihan organisasi politik dan organisasi massa pendukung G305 /PKI.

Pembersihan terhadap G3OS/PKI itu juga dilakukan di daerah Blitar Selatan. Gerakan pembersihan itu diberi nama Operasi Trisula yang dilancarkan mulai tanggal 3 Juli 1968. Operasi itu memakan waktu satu setengah bulan dan berhasil menangkap 850 orang PKI yang mendukung G3OS/PKI. Mereka yang tertangkap itu di antaranya 13 orang tokoh tingkat CC dan 12 orang tokoh tingkat CDB. Operasi penumpasan terhadap pendukung gelap G3OS/PKI dan PKI gelap juga dilakukan di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur, yaitu di daerah pegunungan Lawu dan Kendeng. Operasi itu berhasil menangkap 200 orang kader PKI. Selain itu terdapat operasi penumpasan di daerah Purwodadi setelah tercium bahwa PKI gelap membangun STPR (Sekolah Tentara Perlawanan Rakyat). Diketahui pula PKI gelap memindahkan kegiatannya di daerah kompleks Merapi Merbabu (MMC). Dalam operasi yang dilancarkan di daerah itu berhasil ditangkap Pono (Supono Mrsudidjojo), orang kedua dalam biro khusus PKI.



Sementara itu, operasi penumpasan G3OS/PKI yang dilakukan di luar Jakarta dan Jawa Tengah cukup dilakukan dengan Gerakan Operasi Territorial. Operasi itu dilakukan dengan menangkapi tokoh-tokoh organisasi politik dan organisasi massa PKI. Pada daerah-daerah itu para pendukung G3OS/PKI belum sempat mengadakan gerakan perebutan kekuasaan, hanya di daerah Jawa Timur dan Bali timbul kekacauan dengan terjadinya penculikan dan pembunuhan. Namun, dalam waktu singkat gerakan itu dapat dilumpuhkan. Secara keseluruhan pemberontakan yang menamakan G3OS/PKI yang ditenggarai didukung oleh PKI telah berhasil ditumpas. Bahkan PKI dinyatakan sebagai partai terlarang oleh pemerintah untuk berdiridi Republik Indonesia.

2 komentar:

Post Ads (Documentation Required)

Author Info (Documentation Required)