PENUMPASAN G3OS/PKI DI JAWA TENGAH DAN YOGYAKARTA
Ketika meletus G3OS/PKI, daerah yang paling gawat keadaannya adalah di Jakarta dan Jawa Tengah. Di kedua daerah itu pihak G3OS/PKI mempergunakan kekuatan senjata, sedangkan di daerah lainnya secara umum kaum G3OS/PKI itu tidak beraksi menggunakan kekuatan bersenjata. Kodam VII / Diponegoro memiliki tiga Brigade, yaitu Brigade 4, 5, 6. Sebagai hasil penggarapan Biro Khusus PKI , anggota Brigade 4 dipergunakan oleh kaum G3OS/PKI sedangkan anggota Brigade 5 hanya sedikit yang berhasil dipengaruhi. Hanya anggota Brigade 6 yang tidak terpengaruh oleh mereka. Batalyon yang aktif dipergunakan oleh kaum G3OS/PKI adalah Batalyon K dan M yang berkedudukan di Solo. Batalyon L dan C berkedudukan di Yogyakarta, serta Batalyon D berkedudukan di Salatiga.
Setelah G3OS/PKI bergerak di Jakarta, pada tanggal 1 Oktober 1965 gerakan itu juga memulai aksinya di daerah Jawa Tengah. Munculnya G305/PKI di Jawa Tengah diawali dengan siaran RRI Semarang. Melalui RRI Semarang itu, Asisten Kodam Vil/Diponegoro, Kolonel Suhirman mengumumkan dukungannya terhadap G305/PKI pada daerah Tingkat I Jawa Tengah. Mereka berhasil menguasai Markas Kodam Vil/Diponegoro dan kemudian dijadikan markas serta meluaskan gerakannya ke seluruh Korem dan Brigade di lingkungan Kodam VII/Diponegoro. Di samping itu, G3OS/PKI mendatangkan pasukan pelindung, di antaranya dan Solo, Batalyon K di bawah pimpinan Mayor Kadri dan dua kompi Batalyon D dari Salatiga pimpinan Mayor Supardi. Pasukan ini ditempatkan di tempat-tempat strategis terutama di Makodam, RRI dan telekomunikasi. Selanjutnya, Kolonel Sahirman mengumumkan bahwa Letnan Kolonel Sastrodibroto mengambil alih pimpinan Kodam Vil/Diponegoro dan di beberapa tempat pendukungnya mengambil alih pimpman setempat, di antaranya:
a. Markas Komando Resort Militer (Makorem) 071/Purwokerto dipimpin oleh Kepala Staf Letnan Kolonel Soemito.
b. Makorem 072/Yogvakarta dipunpm oleh Kepala Seksi 5 Mayor Mulyono.
c. Markas Brigade Infantri 6 dipimpin oleh Komandan Kompi Markas, Kapten Mintarso.
Dewan Revolusi Yogvakarta mengumumkan melalui RRI pada tanggal 1 Oktober 1965 bahwa yang menjadi Ketua G3OS/PKI di Yogyakarta adalah Mayor Mulyono. Dengan mempergunakan kekuatan Batalyon L, mereka menguasai Makorem 072 dan menculik Kepala Staf Korem 072 Letnan Kolonel Sugiyono. Selanjutnya mereka mengeluarkan perintah kepada segenap Komando Distrik Muter (Kodim) supaya mendukung G3OS/PKI. Mereka juga membagi-bagikan senjata kepada anggota Legiun Veteran setempat. Pada tanggal 2 Oktober 1965, terjadi demonstrasi anggota PKI dan organisasi massanya di depan Makorem 072 untuk menyatakan dukungannya kepada Gerakan 30 September 1965. Pada hari itu juga Komandan Korem 072 Kolonel Katamso diculik dan rumahnya dan dibawa ke kompleks Batalyon L di desa Kentungan, sebelah utara kota Yogyakarta. Selanjutnya Kolonel Katamso bersama Letnan Kolonel Sugijono dibunuh oleh anggota G3OS/PKI. Dengan kekuatan Batalyon M, G3OS/PKI juga melakukan gerakannya di Solo. Gerakan itu diawali dengan penculikan. Mereka menculik Komandan Brigade 6 Kolonel Azahari, Kepala Staf Brigade 6 Letnan Kolonel Parwoto, Kepala Staf Kodim 735 Mayor Soeparman, Komandan Polisi Militer Detasemen Surakarta Kapten Prawoto dan Komandan Batalyon M, Mayor Darso. Selain melakukan penculikan, mereka juga melakukan pendudukan terhadap kantor RRI, telekomunikasi dan bank-bank negara. Pada tanggal 2 Oktober 1965, Wali Kota Solo, Oetomo Ramelan, melalui RRI mengumumkan dukungannya kepada G3OS/PKI.
Daerah Surakarta diliputi suasana pemberontakan. Rakyat yang bukan anggota PKI atau organisasi satelitnya merasa ketakutan dan khawatir. Sementara itu, polisi belum bertindak mereka hanya mengamati kegiatan yang dilakukan PKI dan organisasi massanya. Hal ini disebabkan polisi hanya memiliki kekuatan satu kompi Brimob dan satu kompi Perintis. Demikian juga tentara pelajar yang bergabung dalam organisasi GPTP (Gerakan Pelaksana Tjita-jita Prokiamasi) sebanyak 50 orang serta organisasi massa golongan nasionalis dan agama. Mereka masih pasif dalam menghadapi kekuatan massa G3OS/PKI yang mendapat perlindungan dan oknum-oknuni Brigade 6.Oleh karena itu, Pangdam VII/Diponegoro, Brigadir Jenderal Surjosumpeno, setelah mendengar pengumuman letnan Kolonel Untung melalui radio, segera memanggil perwira stafnya dan Sad Tunggal Jawa Tengah untuk mengadakan taklimat (briefing). Pangdam memerintahkan kepada para pejabat supaya tetap tenang dan berusaha untuk menenangkan rakyat, karena situasi yang sebenarnya belum diketahui. Ia berangkat ke Salatiga untuk mengadakan taklimaf yang sama dan direncanakan akan terus ke Magelang. Asisten 2, Letnan Kolonel Soeprapto diperintahkan untuk mengadakan taklimat (briefing) di Solo. Namun ketika Pangdam VII/Diponegoro tidak berada di Semarang, Kolonel Sahirman mengumumkan berdirinya Dewan Revolusi dan Kolonel Usman mengambil alih pimpinan Kodam VII/Diponegoro.
terimakasih pak.
BalasHapussalam sehat selalu,
BRG
terimakasih kontennya, bermanfaat!😉
BalasHapus